Senin, 02 Maret 2020

SASTRA DAN MAKANAN

MAKALAH
KETERAMPILAN SASTRA RESEPTIF
(SASTRA DAN MAKANAN)



NAMA ANGGOTA
INEZ CATUR WINDI CARMITHA (201810080311052)
NOVITA EKA MIRANDA (201810080311053)




PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sastra berasal dari bahasa Sansekerta, castra yang berarti tulisan. Sastra dalam arti khusus adalah ekspresi dan perasaan manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan seseorang. Fenomena sastra dan kuliner memunculkan pendekatan kritik yaitu gastro kritik atau gastrocriticism. Gastro kritik bagian dari pendekatan kritik yang dicetus oleh seorang kritikus Perancis Ronald Tobin.
Kuliner dianggap sebagai salah satu simbol, mitos, tanda-tanda dalam mengembangkan karya sastra. Inilah yang memungkinkan adanya keterkaitan uat antara sastra dan kuliner. Sastra kuliner menjadi fenomena muktahir yang berkembang di Indonesia


1.2 Rumusan Masalah

1)      Pengertian makanan
2)      Pelopor Sastra dan Makanan
3)      Hubungan Sastra dan Makanan
4)      Contoh Kajian Sastra dan Makanan



1.3 Tujuan Masalah

 Untuk mengetahui keterkaitan Sastra dengan makanan

BAB II
PEMBAHASAN
SASTRA DAN MAKANAN
1. Makanan
            Makanan yang manusia makan memiliki cerita yang semestinya perlu diketahui sebagai wawasan. Makanan dapat dikaitkan dengan kesempatan dan peristiwa tertentu. Konsep makanan dalam seni dibagi menjadi tiga, yaitu cita rasa yang dihasilkan memiliki kekhasan berupa bumbu yang tidak dimiliki oleh masakan lain, penyajian makanan sebelum dinikmati mampu membuat penikmat terkagum akan penampilannya, dan cara makanan dikonsumsi memiliki cara khusus untuk dinikmati.
            Indonesia dikenal dengan surga kuliner yang mampu menjadi wahana memperkenalkan dan melestarikan makanan nusantara. Makanan bukan lagi soal memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga menjadi identitas, ciri khas, seni, gaya hidup, hobi, bahkan dilombakan.
2. Pelopor Sastra dan Makanan
            Fenomena sastra dan kuliner memunculkan pendekatan kritik yaitu gastro kritik atau gastrocriticism. Gastro kritik bagian dari pendekatan kritik yang dicetus oleh seorang kritikus Perancis Ronald Tobin. Saat ia memberikan kuliah umum pada tahun 2008 di UCSB dengan judul Thought for Food: Literature and Gastronomy, ia membahas mengenai gastro kritik. Gastro kritik adalah etika seseorang dalam menghargai kuliner (Artika, 2017).
            Kuliner dianggap sebagai salah satu simbol, mitos, tanda-tanda dalam mengembangkan karya sastra. Inilah yang memungkinkan adanya keterkaitan uat antara sastra dan kuliner. Gastro kritik berfungsi untuk menempatkan latar belakang antara kedua seni yang berhubungan dengan ungkapan penyair dan masakan sebagai pencipta perubahan bentuk atau ilusi. Adapun konsep gastro kritik meliputi konsep kuliner dan kesenangan, konsep kuliner dan seni, konsep kuliner dan nama, serta konsep kuliner dan sejarah.
a.      Konsep Kuliner dan Kesenangan
Makanan dan memori memiliki keterkaitan. Sebagaimana yang diketahui bahwa bau makanan dapat dikaitkan dengan kesempatan dan peristiwa tertentu, seperti membawa kembali kenangan dari kesenangan dan kesedihan. Kesenangan maupun kesedihan pada kuliner tertentu dapat membangkitkan memori seseorang. Penafsiran dari memori digunakan sebagai perangkat penyimpanan dari pengetahuan, tindakan, bahkan emosi yang siap diambil jika diperlukan.
Ahli gastronomi menjelaskan mengenai konsep rasa, bahwa hal terkait dengan rasa tidak dapat disamakan dengan pemikiran orang lain. Setiap orang memiliki dan membuat penafsiran secara pribadi. Para penulis menggunakan rasa dan bau untuk membangkitkan kenangan yang dapat menghidupkan sifat sensual kembali. Sifat sensual berasal dari naluri setiap individu dan makanan adalah bagian bagian dasar dari pengalaman manusia yang bersifat sensual.
b.      Konsep Kuliner dan Seni
Makanan dan rasa (perasaan) dapat mewakili makna khas dalam estetika, seperti saat membaca resep makanan dalam karya sastra, akan terasa berbeda dengan saat membaca resep pada buku resep makanan. Pembaca akan merasakan nuansa yang berbeda dibandingkan dengan buku masakan terlihat dari cara mengolah bahasa dalam kuliner. Makanan yang berseni tidak dapat diukur dari jumlah komposisi pembangun makanan. Tetapi nilai seni dalam makanan terbentuk dari kolaborasi pembangunan makanan yang seimbang.
c.       Konsep Kuliner dan Nama
Makanan merupakan aspek yang tidak terpisahakan dari sebuah tulisan sebagai referensi yang merujuk ke ranah sastra. Permainan dalam penamaan yang tidak familiar menjadi salah satu keunggulan masakan. Makanan sehari-hari menjadi sesuatu yang lebih eksotis hanya dengan mengubah namanya. Penamaan makanan yang berbeda  memunculkan kemenarikan bagi sebagian orang dan rasa penasaraan untuk mencicipinya.
d.      Konsep Kuliner dan Sejarah
Nilai filosofis dalam makanan dimunculkan sebagai salah satu cabang ilmu sejarah yang dapat diapresiasi. Peran makanan yang diperoleh dari nilai-nilai filosofis kehidupan menjadi dasar kemenarikan dari makanan. Seperti saat bangsa Portugis menguasai Indonesia pada permulaan abad XIV untuk mencari rempah-rempah, tidak hanya mencari namun mereka juga mengagumi dan mendambakan rempah-rempah Indonesia. Sehingga mendorong bangsa lain seperti Belanda untuk datang ke Indonesia mencari rempah-rempah sampai berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia.
3. Hubungan Sastra dan Makanan
            Sastra dan makanan memiliki keterkaitan yang erat, tidak hanya berhubungan dalam hal membangun cerita. Sastra kuliner mengandung kreativitas penggabungan hal yang bersifat material dan non material, seperti bagaimana tokoh-tokoh dalam karya sastra mengonsumsi dan menikmati makanan, bagaimana tokoh-tokoh tersebut mendeskripsikan identitas budaya, dan bagaimana prinsip hidup dihubungkan dengan makanan. Fungsi dan peran sastra kuliner yaitu memberikan nilai kepada sebuah karya sastra yang multidisipliner. Selain itu, sastra kuliner memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan kesusastraan terutama dalam perkembangan ilmu lainnya.
Kajian sastra dan kuliner dapat dilihat sebagai alat untuk membangun karakteristik tokoh. Tokoh sastra kuliner dapat hadir melalui identitas tradisional maupun modern. Identitas lokal dan nasional dari tokoh dapat digambarkan melalui kecenderungan melestarikan makanan berakar lokal dan nasional dengan cara memasak, menghidangkan hingga menikmatinya.


4. Contoh Kajian Sastra dan Makanan
            Sastra kuliner menjadi fenomena muktahir yang berkembang di Indonesia. Adapun beberapa gendre sastra yang mengusung kuliner sebagai tema utama cerita. Gendre sastra yang bertemakan sastra kuliner yaitu puisi, cerpen dan novel.
Sastra Kuliner dalam Puisi
            Sastra kuliner telah menghasilkan beberapa penyair sastra di Indonesia dalam menciptakan puisi, seperti antalogi puisi Cinta, Rasa, dan Puisi. Antalogi ini merupakan kumpulan puisi yang dihimpun dari puluhan penulis anggota Komunitas Pegiat Literasi Jabar (KPLJ) dengan tema kuliner. Puisi-puisi bertema kuliner tersebut merupakan pengalaman batin dalam menikmati berbagai jenis kuliner. Selain itu ada juga antalogi puisi Pendidikan Jasmani dan Kesunyian karya Beni Satryo. Sastra menjadi warna pada lima puisi dalam kumpulan puisi tersebut yang berjudul Duri dalam Daging, Menyiram Kuah Soto, Onde, Nagasari, dan Mie Cakalang.
Seiring berkembangnya era digital, selain puisi yang dimuat di media cetak, beberapa puisi digital juga mulai mengangkat tema sastra kuliner. Salah satunya puisi Pindang Ikan karya Nella, dapat dilihat dari penggalan puisi berikut.
            dipungutnya sejumput asam
            “untuk menambah indah”
            aku termangu
            kunantikan pindang masak
            nenek terduduk, menyimak lantunan jarum jam
            keningnya kian berkerut
            oleh asam manis kehidupan


Sastra Kuliner dalam Cerpen
            Sastra kuliner juga menarik minat beberapa cerpenis Indonesia dalam membangun struktur cerita, seperti cerpen Filosofi Kopi (2006) karya Dee, Mandre (2011) karya Dee, dan Smokol (2009) karya Amal. Ketiga verpen tersebut menghadirkan sebuah cerita yang mendasarkan diri pada kuliner. Pada awalnya cerita tampak sebagai usaha untuk merayakan hidup, menemukan dan menghadirkan sajian terbaik, dan memahami jati diri personal melalui kuliner, namun lambat laun bergerak ke sebuah renungan tentang Indonesia. Berikut contoh kutipan kuliner dalam cerpen Smokol.
Ale pernah ke Manado, melaporkan sesungguhnya orang Minahasa menyantap tinutuan (bubur Manado) beserta pisang goreng dan teri goreng yang ditaruh di tepi piring dan dicelup-celupkan ke dalam dabu-dabu, sambal yang pedas bukan main hingga bisa bikin orang menangis diam-diam, kuping berdenging, dan untuk beberapa yang rentan, niscaya berhalusinasi (Amal, 2009).
Selain cerpen yang dimuat di media cetak, beberapa cerpen digital juga mulai mengangkat tema kuliner dan sastra. Salah satunya Kumpulan Cerpen Raja Kuliner Nusantara Kurasa karya Sheena. Cerpen tersebut menggambarkan resep makanan yang dimetaforakan dengan realita kehidupan.
Sastra Kuliner dalam Novel
            Sastra kuliner juga telah menginspirasi novelis sastra Indonesia dalam mengembangkan cerita, seperti novel Aruma & Lidahnya (2015) karya Laksmi Pamuntjak. Demi menyelesaikan novel tersebut, Laksmi melakukan riset kuliner di delapan kota, yaitu Bangkalan, Pamekasan, Surabaya, Palembang, Medan, Banda Aceh, Pontianak, Singkawang, dan Mataram. Laksmi menulis lengkap perihal rasa, aroma, dan menu makanan di kota-kota tersebut.
            Selain itu, novel Pulang (2013) karya Leila S Chudori yang menggambarkan kecintaan dan kerinduan tokoh Dhimas Suryo yang menikah dengan Vivienne, perempuan Perancis. Kerinduan terhadap Indonesia dideskripsikan dengan kebiasaan menyantap makanan Indonesia. Novel Coffee (2013) karya Riawani Elyta, juga terdiri dari beberapa judul yang bertemakan makanan, namun masing-masing menampilkan cerita yang berdiri sendiri.



BAB III
PENUTUP
5.  Kesimpulan
            Sastra adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan. Sastra berasal dari bahasa Sansekerta, castra yang berarti tulisan. Sastra dalam arti khusus adalah ekspresi dan perasaan manusia untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa yang lahir dari perasaan seseorang. Fenomena sastra dan kuliner memunculkan pendekatan kritik yaitu gastro kritik atau gastrocriticism. Gastro kritik bagian dari pendekatan kritik yang dicetus oleh seorang kritikus Perancis Ronald Tobin.
Kuliner dianggap sebagai salah satu simbol, mitos, tanda-tanda dalam mengembangkan karya sastra. Inilah yang memungkinkan adanya keterkaitan uat antara sastra dan kuliner. Sastra kuliner menjadi fenomena muktahir yang berkembang di Indonesia. Adapun beberapa gendre sastra yang mengusung kuliner sebagai tema utama cerita. Gendre sastra yang bertemakan sastra kuliner yaitu puisi, cerpen dan novel.


DAFTAR PUSTAKA
Artika, Mareta Dwi. (2017). Novel Aruna dan Lidahnya Karya Laksmi Pamuntjak. Jurnal Bapala, Vol. 4, No. 1: 1-11.
Eneste, Pamusuk. 2000. Ensiklopedi Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia
KS, Yudiono. 2007. Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia
Surastina. 2018. Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Penerbit Elmatera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SASTRA DENGAN MASYARAKAT

Hubungan Sastra dan Masyarakat MOHAMAD AZRUL NIZAM (038) ARYANDY BIMBY ARIFATUR(067) LATAR BELAKANG Sastra ialah penggambaran d...