Minggu, 08 Maret 2020

SASTRA DENGAN MASYARAKAT


Hubungan Sastra dan Masyarakat

MOHAMAD AZRUL NIZAM (038)
ARYANDY BIMBY ARIFATUR(067)


LATAR BELAKANG


Sastra ialah penggambaran dari kehidupan dan salurkan melalui media tulis. Hubungan antara sastra dengan kehidupan sangat dekat, karena fungsi sastra dalam lingkup sosial yaitu bagaimana sastra melibatkan dirinya dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Dengan melalui sastra, sudut pandang seseorang maupun kelompok dalam masyarakat dapat dipengaruhi. Hal itu terjadi karena sastra ialah sebuah kebudayaan, sedangkan unsur dari kebudayaan itu ialah sebagai sebuah sistem nilai. Oleh sebab itu, dalam karya sastra tentunya akan terdapat bentuk gambaran yang merupakan kaidah nilai, kemudian dianggap sebagai kaidah yang dapat dipercaya kebenarannya.


PEMBAHASAN


Ketika ingin mengaitkan sosiologi sastra dengan perubahan sosial, sosiologi sastra sangat memiliki peran serius. Hal ini di karenakan sosiologi sastra lebih mengkerucutkan diri dalam hal sosial masyarakat. Seperti yang kita ketahui bersama, dari pengertian sosiologi itu yaitu suatu kajian yang ilmiah dan objektif tentang kehidupan manusia dalam masyarakat tentang sosial dan proses sosial. Sedangkan Sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dan masyarakat yang dituangkan melalui media tulisan (Semi, 1989:52). Jadi, dalam hal tersebut saling berkaitan dengan manusia ataupun masyarakat.


Dalam perkembangannya karya sastra secara serius, perlunya pendekatan yang dimana karya sastra tidak lagi di beri lebel sebagai karya tulis yang berupa penemuan imajinatif saja, tetapi lebih memandang sastra dari perspektif “maknanya”. Ada beberapa macam pendekatan yang di buat tentang karya sastra yang ada pada sosiologi sastra, contohnya seperti, sosiologi pengarang yang yang dimana membuat masalah ideologi social, status sosial, dan lain-lain sebagainya yang berkaitan dengan penciptaan dari karya sastra, dan membuat permasalahan karya sastra serta pengaruhnya terhadapa para pembaca.


Berdasarkan pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dapat di lihat hubungannya dengan suatu kenyataan, dan sejauh mana karya sastra itu merefleksikan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra (Wiyatmi, 2006). Oleh sebab itu, secara global pendekatan ini merupakan sebuah pendekatan yang dimana menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia terkhususnya yang menyangkut kehidupan masyarakat.


Cakupan wilayah dari sosiologi sastra cukup luas. Wellek dan Warren (dalam Sayuti, 2007) membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, yakni yang mempermasalahkan tentang ideologi politik, status sosial, dan lain-lain yang berkaitan dengan diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra, yakni permasalahan yang berkaitan tentang suatu karya sastra. Yang menjadi pokok telaahnya adalah tentang perihal yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat atau pesan yang hendak disampaikannya. Ketiga, sosiologi sastra yang membahas permasalahan tentang pembaca serta pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.


Hubungan antara Sastra, Masyarakat, dengan Kebudayaan


Sastra ialah bagian yang ada dari kebudayaan itu sendiri. ketika kita ingin menelaah kebudayaan kita tidak akan bisa melihatnya sebagai sesuatu yang tidak berubah, yang statis, melainkan merupakan sesuatu hal yang dinamis, yang terus-menerus berubah. Kebudayaan dengan masyarakat itu hubungan tak bisa dipisahkan, karena menurut pandangan antropolog, kebudayaan itu merupakan cara suatu kumpulan manusia atau masyarakat mengadakan sistem nilai, yaitu berupa aturan yang menentukan suatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki, dari yang lain. Banyak ahli antropologi meninjau kebudayaan sebagai sebuah keutuhan, dimana sistem sosial itu ialah bagian dari kebudayaan. Kebudayaan menmpunyai tiga unsur antara lain:


1. Unsur sistem social


2. Sistem nilai dan ide


3. Peralatan budaya


Jika identitas kebudayaan kita tempatkan dengan sastra lalu kita kaitkan juga dengan masyarakat yang menggunakan sastra tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa nilai yang dimiliki sebuah sastra itu umumnya terletak pada masyarakatnya. Kesustraan itu pada mulanya bukan saja mempunyai fungsi dalam masyarakat, tetapi hal tersebut juga mencerminkan serta menyatakan perspektif yang sering kurang jelas terlihat dalam masyarakat. Begitu juga dengan karya seni yang lain, sastra memiliki fungsi estetika dan fungsi sosial.


Peran Sastra Sebagai Sumber Nilai dalam Masyarakat


Dalam karya sastra ada berbagai macam aliran, salah satunya yaitu aliran realisme. Dimana aliran tersebut menitik beratkan karya sastra dengan apa yang ada di dalam kehidupan nyata. Oleh sebab itu, aliran ini sangat dekat hubungannya dengan perubahan sosial yang ada pada masyarakat kita. Karya sastra yang menggunakan aliran ini pengaruh yang di milikinya sangat besar terhadap perubahan sosial dari bangsa Indonesia, terutama terletak dalam hal pola pikir. Contohnya saja Novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli yang mampu membuka cakrawala berpikir masyarakat kita yang sejak dulu mengenal tentang budaya kawin paksa. Novel itu memberikan kesan kepada pembaca bahwa kawin paksa merupakan suatu hal yang negatif. Tidak sedikit hal negatif yang muncul karena akibat dari proses kawin paksa. Dengan adanya novel tersebut cakrawala berpikir masyarakat cenderung akan berubah. Terutama dalam ranah kehidupan berkeluarga. Hal tersebut bisa terjadi oleh kekuatan mempengaruhi yang terdapat dalam karya sastra.


Boulton (lewat Aminuddin, 2000:37) mengungkapkan bahwa karya sastra menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya. Di samping itu, sastra juga memiliki pandangan yang berkaitan dengan renungan dan meditasi batin, dari masalah filsafat, keagamaan, politik ataupun macam-macam masalah dalam kehidupan lainnya. Makna yang terkandung sangat kompleks serta keindahan dalam karya sastra tergambar melalui aspek verbal atau media kebahasan. Berdasarkan penyataan tersebut, dapat disampaikan bahwa karya sastra mengandung berbagai unsur yang kompleks, yaitu:


1. Unsur keindahan.


2. Unsur kontemplatif.


3. Media pemaparan.


4. Unsur-unsur intrinsik yang menandai eksistensi karya sastra.


Karya Sastra Yang Muncul Karena Perubahan Sosial Pada Masyarakat


Banyak karya sastra yang dimiliki bangsa kita yang muncul setelah melihat keadaan yang ada pada saat itu. Karya-karya tersebut pastinya bersifat realisme. Pengarang menceritakan tentang kondisi yang ada melalui bahasa yang ringan agar lebih mudah dipahami. Karena jika tidak dilakukuan denagn demikian, maka akan terjadi kesalahpahaman maksud dari pengarang dengan pembaca. Selain itu, agar menjadikan karya sastra tersebut menarik, tentunya pengarang harus pandai dalam memilih kata per katanya serta mempermainkan unsur instrinsik yang terdapat di dalamnya.


“Tetralogi Buru” (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Rumah Kaca, Jejak Langkah) adalah karya yang di buatnya selama masa pembuangan di Pulau Buru. Seri novel yang mengisahkan tentang Minke itu ialah karya yang dibuat atas dasar buah pikiran pengarang pada saat melihat kondisi bangsa Indonesia yang terpuruk kala itu. Kisah tersebut pada mulanya adalah kisah hidup seorang jurnalis pribumi Indonesia pertama R.M. Tirto Adi Soerjo, itu pada awalnya dikisahkan secara lisan kepada sesama tahanan di Buru karena tidak ada fasilitas berupa alat tulis. Titik terang mulai muncul 10 tahun kemudian saat dimana Pram yang selalu berada di bawah sorotan dunia internasional (dan membuat ia tidak mengalami siksaan seberat tahanan lain, meski gendang telinganya tetap rusak akibat disiksa aparat) serta mendapat sebuah mesin untuk mengetik yang kirimi oleh penulis Prancis Jean Paul Sartre. Akan tetapi, mesin ketik yang masih baru itu tak pernah sampai kepadanya, Angkatan Darat malah menggantinya dengan mesin ketik tua dan rusak, yang pitanya harus dibuat sendiri oleh para tahanan dengan bahan seadanya. Karya Tetralogi Buru juga hampir tidak dapat diselamatkan seperti karya-karya yang dimiliki Pram lainnya yang dibakar oleh para tentara. Akan tetapi bantuan orang asing seperti seorang pastor Jerman dan seorang warga negara Australia yang bernama Max Lane yang berhasil membawa keluar dan akhirnya menerbitkan Tetralogi Buru itu di negaranya. Kita tidak usah bingung jika Pram pernah berkata, “Karya saya sudah diterjemahkan ke dalam 36 bahasa, tapi saya tidak pernah dihargai di dalam negeri Indonesia.”


Kesimpulan
Keterkaitan antara sastra, manusia, dan masyarakat sangat spesifik, dalam segala aspek semuanya berkaitan. Karena bagaimanapun juga manusia dan masyarakat tidak akan terlepas dari sastra maupun kehidupan yang dimana sama-sama membicarakan serta membahasnya. Menurut sastra, masyarakat merupakan faktor yang sanagt penting. Sedangkan Masyarakat ialah objek kritik bagi ilmu sosial. Semua hal tersebut saling berpengaruh terhadap prilaku masing-masing. Ketika sastra telah menyampaikan sesuatu yang benar dalam rekaannya, tidak sedikit akan mempengaruhi sikap sosial dan ketika saat sosialitas terus berkembang. Antara sastra dengan perubahan sosial masyarakatnya tidak ada yang paling mencolok. Dengan adanya dua hal tersebut yang saling mendukung, maka sastra bisa muncul karena adanya perubahan sosial masyarakat, serta bisa juga perubahan sosial yang ada terjadi akibat dari penciptaan sebuah karya sastra.


SASTRA DAN HEGEMONI


Sastra dan Hegemoni


A.    Sastra
Merupakan kata serapan dari bahasa sansakerta yang berarti “teks yang mengandung intruksi” atau pedoman, dari kata dasar sas-yang berarti “intruksi”atau “ajaran”. Teks sastra juga tidak hanya teks yang berisikan tentang intruksi ajaran, lebih dari itu dalam bahasa Indonesia kata ini biasanya digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jeni tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.

Hal yang perlu diketahui juga ada pemakaian istilah sastra dan sastrawi. Egmentasi sastra lebih mengacu sesuai defensinya sebagai sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa puitis atau abstraknya. Stilah sastrawan adalah salah satu contohnya, diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra. Karena, sastrawan adalah seorang yang menyukai nuansa puitis dan abstraknya, tidak sekedar teks.

Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan. Disini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekpresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Biasanya kesusastraan dibagi menjadi menurut daerah geografis atau bahasa.

Dalam sastra Indonesia sendiri, banyak sekali bagian-bagianya. Secara garis besar sastra Indonesia terbagi menjadi dua yaitu Sastra lama dan sastra baru/modern.

Ciri-ciri karya sastra lama
1.      Bentuk karya sastra lama berupa puisi yang terikat seperti syair, pantun, hikayat, mite, legenda, dongeng.
2.      Bahasa pada karya sastra lama menggunakan Bahasa Melayu, Bahasa Arab, dan Bahasa Daerah.
3.      Tema yang digunakan cenderung kaku, dan bersfat tentang istana, dan berupa mistis.
4.      Perkembangannya secara statis, dan disampaikan lisan secara tutun temurun.
         Ciri-ciri karya sastra Baru/Modern
1.      Bentuk karya sastra baru berupa puisi bebas dan kontemporer, seperti cerpen, novel, drama Indonesia.
2.      Bahasa yang digunakan menggunakan bahasa keseharian dan sering dimasuki bahsa asing kreatif.
3.      Tema yang diangkat seputar kemanusiaan, kemasyarakatan, kehidupan modern, pergaulan remaja dll.
4.      Perkembangannya bersifat dinamis, melalui media cetk dan audiovisual.

Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masarakat, sastra memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.

1.      Fungsi rekreatif, yaitu dapat memberikan hiburan yang meyenangkan bagi penikmat atau pembacanya.
2.      Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya karena nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
3.      Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan penikmat pembacanya karena sifat keindahannya.
4.      Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan pada pembaca sehingga tau mural yang baik dan buruk, karena satra yang baik selalu mengandung moral tinggi.
5.      Fungsi relegius, yaitu sastra pun menghadirkan karya-karya yang mengandung ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat/pembaca sastra.

           Jenis-jenis Sastra
1.      Prosa
Merupakan bentuk seni sastra yang diuraikan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan cenderung tidak trikat oleh irama, diksi, rima, kemerdua bunyi atau kaidah serta pedoman kesusastraan lainya. Jenis tulisan prosa biasany digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenannya prosa bisa digunakan untuk surat kabar , majalah, novel, surat serta berbagai jenis lainnya.

Bentuk prosa memiliki dua acam, yaitu roman dan novel. Roman adalah cerita yang mengishkan tokoh secara keseluruhan dari lahir sampai akhir hayatnya. Sedangkan Novel hanya mengisahkan sebagian kehidupan tokoh yang mengubah nasibnya.
2.      Puisi
Sebuah karya sastra yang diuraikan menggunakan diki atau kata-kata piliha, disirikan dengan pembahasan yang padat namun indah. Contohpuisi yaitu seperti sajak, pantun, balada.
3.      Drama
Drama adalah bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog dan monolog, drama ada dua pengertian, yaitu drama dalam bentuk naskah atau drama yang dipentaskan.

Macam-macam drama
-          Komedi cerita ynag di dalamnya mengandunh humor, candaan yang bisa menghibur penikmatnya.
-          Tragedi ayaitu cerita yang di dalamnya mengandung kesusahan atau kesulitan yang dialami oleh tokohnya.
-          Opera yaitu drama yang diiringi oleh musik sebagai pelengkap pementasan seninya.

Ciri karya sastra
1.      Bahasanya indah atau tertata dengan baik
2.      Isinya menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya
3.      Gaya penyajian nya mearik sehingga berkesan dihati pembacanya


B.     Hegemoni
Hegemoni berasal dari bahasa yunani, egemonia yang berarti penguasa atau pemimpin. Secara ringkas pengertian hegemoni adalah bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu dengan menggunakan kepemimpinan intelektual  da moral secara konseseus. Artnya, kelompok-kelompok yang terhegemoni menyepakati nilai-nilai ideologis penguasa.

Bentuk Hegemoni
Titik awal konsep Gramsci tentang hegemoni, bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas dibawahnya dengan dua cara, yaitu kekerasan (represif/dominasi) yang dilakukan kelas atas terhadap kelas bawah disebut dengan tindakan dominasi, sedangkan cara pesuasinya dilaksanakan degan cara-cara halus, dengan maksud untuk menguasai guna melanggengkan dominasi. Perantara tindak dominasi ini dilakukan oleh para aparatur negara seperti polisi, tentara dan hakim.
            Menurut Gramsci, faktor terpenting sebagai pendorong terjadinya hegemoni adalah faktor ideologi dan politik yang diciptakan penguasa dalam mempengaruhi, menarahkan, dan membentuk pola pikir masyarakat. Faktor lainnya adalah pertama pakaan yang dialami mayarakat, sanksi yang diterapkan penguasa, hukuman yang menakutkan, kedua kebiasaan masyarakat dalam mengikuti suatu hal yang baru dan ketiga kesadaran dan persetujuan dengan unsur0unsur dalam masyarakat.



Fungsi Hegemoni

Hegemoni dipergunakan untuk menunjukkan adanya kelas dominan yang mengarahkan “tidak hanya mengatur” masyarakata melalui pemaksaan kepemimpinan moral dan intelektual. Hegemoni diatur oleh mereka yang oleh Gramsci disebut, intelektual organic. Mereka adalah tokol moral dan intelektual yang secara dominan menetukan arah konflik, politik, dan wacana yang berkembang di masayakarat. Mereka bekerja untuk melanggengkan kekuasaan atas kelompok yang lemah. Dominasi “intelektual organic” diwujudkan melalui rekayasa bahasa sebagai sebuah kekuasaan. Melalui berbagai media, bahasa ditunjukkan hadirnya kekuasaan dan pengaturan hegemoni tersebut. Berbagai kebijakan negara, misalnya, disampaikan dalam bahasa “untuk kepentingan bangsa dimasa mendatang” atau “kemandirian bangsa” telah menghegemoni masyarakat untuk senantiasa menerima berbagai keputusan negara, yang merugikan sekalipun. Misalnya hegemoni bahasa politik digunakan oleh politisi untuk membantu bagaimana bahasa digunakan dalam persoalan-persoalan (1) siapa yang ingin berkuasa, (2) siapa yang ingin menjalankan kekuasan, dan (3) dan siapa yang ingin memelihara kekuasaan.
            Fungsi lain hegemoni yakni menciptakan cara berpikir yang berasal dari wacana dominan, juga media yang berperan dalam penyebaran wacana dominan itu. Hegemoni dipergunakan untuk menunjukkan adanya kelas dominan yang mengarahkan dan tidak hanya mengatur masyarakat melalui pemaksaan kepemimpinan moral dan intelektual, merupakan dominai atau penguasaan satu pihak dengan pihak lainnya secara sukarela dan berdasarkan kesepakatan. Ide-ide yang didektikan oleh kelompok dominan terhadap kelompok yang didominasi diterima sebagai sesuatu yang wajar atau bnar dan kemudian akan berubah menjadi satu ideologi.

Contoh Hegemoni di Masyarakat
-          Kekuasaan berdasarkan karisma pribadi/kelompok, contoh : hubungan anatara selebritis dengan fansnya, motivator dengan pengikutnya.
-          Kekuasaan yang diberi atas kelas sosial, conth: majikan dengan ART/supir/satpam.
-          Kekuasaan berdasarkan atas norma masyarakat, contoh: hubungan antara suami dengan istri, orang tua dengan anak, kakak dengan adik.
-          Kekuasaan yang dieri karena persuasi moral, contoh:agama


















SASTRA DI ERA MILENEAL

Sastra Di Era Milenial

Kelompok 8

Sastra di era milenial didominasi oleh karya-karya yang bergenre romansa kisah cinta, tokoh-tokoh yang mendominasi karya sastra seperti novel saat ini seperti Fiersa Bersari, Boy Candra dan Tere Liye. Sastra saat ini kebanyakan adalah karya sastra yang diciptakan dengan tujuan untuk mengantarkan penikmat karya sastra pada alam imajinasi(Hiburan) semata, minimnya karya sastra yang revolusioner menyebabkan tidurnya keberanian-keberanian generasi agen perubahan untuk melakukan tindakan perubahan. Konteks revolusioner disini tidak hanya karya sastra yang mencoba kontra dan mengkritik pemerintahan, tetapi juga karya sastra yang ingin melawan narasi-narasi dan juga gambaran hidup di era milenial yang menurut kebanyakan orang itu adalah baik dan benar. Contoh : Pada era milenial ini narasi atau gambaran hidup hedonisme dan konsumerisme adalah gambaran hidup yang benar dan ideal, entah ini karena faktor modernisasi atau faktor keadaan pasar, yang jelas narasi dan gambaran hidup hedonisme dan konsumerisme menurut hemat saya adalah gambaran hidup yang sia-sia dan kurang memiliki esensi. Karya sastra saat ini tidak hadir untuk melawan narasi itu, atau setidaknya mengkritik gambaran hidup yang seperti itu, sehingga setidaknya ada beberapa orang atau kelompok yang sadar akan itu dan mulai sedikit demi sedikit merubah gaya hidup menjadi gaya hidup yang lebih bermakna lagi. Karya sastra saat ini maupun pengarang karya sastra saat ini mengalami disorientasi tentang karya sastra, mereka menjadikan karya sastra sebagai media untuk mencari profit, pengarang saat ini kebanyakan tidak memperdulikan dampak dari karya sastra ciptaanya, mereka hanya peduli tentang laris atau tidaknya karya mereka di pasaran. Jika karya bertajuk romansa kisah cinta itu laris dan banyak yang minat, maka mereka akan berlomba-lomba untuk menciptakan karya sastra yang seperti itu, lagi-lagi uang dan uang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa karya sastra saat ini minim karya sastra yang revolusioner dan penuh esensi, karya saat ini bersifat fleksibel dan tidak konsisiten, bergantung pada kebutuhan dan minat pasar untuk mencapai tujuan keuntungan(Profit).

SASTRA DAN POLITIK


MAKALAH KETERAMPILAN SASTRA RESEPTIF

SASTRA DAN POLITIK


NAMA KELOMPOK :
Mohamad Azrul Nizam (201810080311038)
Aryandy Bimby Arifatur (201810080311067)




PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2020




KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Perkembangan Kurikulum dari Masa ke Masa”.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan beberapa tugas mata kuliah Telaah Kurikulum.  Pada makalah ini akan dibahas mengenai perkembangan kurikulum dari masa ke masa
Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.
Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, kami meminta kesediaan pembaca untuk memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan makalah kami ini, untuk kemudian kami akan merevisi kembali pembuatan makalah ini di waktu berikutnya.

Malang, 22 Februari 2020

Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sastra adalah karya imajinatif yang terinspirasi kehidupan nyata manusia. Banyak pengarang berhasil menjadikan kehidupan nyata manusia sebagai inspirasi dari karya yang bernilai serta bermakna. Karya sastra yang dihasilkan memiliki ciri khusus pada setiap zaman penciptaannya maupun penulis sastra sendiri. Karya sastra selain sebagai hiburan yang menyenangkan karena imajinatif, juga mengandung nilai-nilai budaya yang berguna menambah wawasan manusia.
Karya sastra juga memiliki keterkaitan pada bidang lain sebagai inspirasi. Seperti halnya pada zaman Kolonial Belanda, karya sastra memiliki kedudukan tinggi sebagai “alat” penyebar semangat kemerdekaan. Karya sastra hadir sebagai bacaan yang sangat berpengaruh pada masa itu. Tidak berhenti pada zaman kolonial, sastra yang mengekspresikan mengenai politik juga masih digunakan sampai sekarang.
Politik termasuk bagian dari sebuah fenomena yang berkaitan dengan manusia yang merupakan makhluk sosial. Politik berasal dari kata politic (Inggris), Deliar Noer (1983:6) (dalam B. Nambo dan Rusdiyanto, 2005: 265)  menyatakan bahwa “Politik adalah seluruh kegiatan atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud mempengaruhi dengan cara mengubah atau mempertahankan suatu susunana masyarakat”.
Sastra pada zaman kolonial muncul sebagai sastra penguat rasa merdeka masyarakat Indonesia. Karya sastra hanya dapat dibaca oleh golongan menengah ke atas. hal tersebut dipelopri oleh kaum intelektual dan bangsawan. Karya sastra yang dibaca pun banyak mengandung unsur dari Negara Barat. Awal mulanya adalah adanya pembebabsan kebudayaan barat atas sastra Indonesia pada wal abad XX (sekitar tahun 1900) (Budi Wurianto, 1997).
Pada dasawarsa duapuluhan, muncul perubahan dalam sastra yaitu pada kalangan menengan ke bawah. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu “pasar”. Karya yang muncul pun bernada keras sebagai bentuk protes. Pemerintah Belanda mulai khawatir karena tema-tema yang diangkat mulai bermacam-macam, seperti politik, pendidikan, maupun religius. Akhirnya dibentuk Balai Pustaka sebagai penyaring bacaan masyarakat kala itu. Jika masyarakat dibiarkan membaca bacaan dengan teman seperti yang disebutkan, maka masyarakat dapat dengan mudah memegang kemerdekaan atas negaranya sendiri.
B. Rumusan masalah
1. Apa hubungan sastra dan politik?
2. Bagaimana cara kerja sastra dan politik?
3. Bagaimana contoh sastra dan politik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hubungan sastra dan politik
2. Untuk mengetahui cara kerja sastra dan politik
3. Untuk mengetahui contoh dari sastra dan politik




BAB II
PEMBAHASAN

1. Hubungan Sastra dengan Politik
Hubungan sastra dan politik tidak dapat dipisahkan dalam struktur sosial. Bila kita lihat sejarah, sastrawan pada zaman penjajahan memanfaatkan karya sastranya untuk mengekspresikan segala sesuatu termasuk tentang politik. Pada masa Kolonial Belanda, didirikannya Balai Pustaka guna melawan sastrawan yang mengkritisi pemerintahan Zaman Belanda. Pada saat itu, karya sastra memiliki pengaruh besar untuk membangkitkan semangat rakyat yang terjajah untuk merdeka. Hal itu ditakutkan karena bacaan rakyat Indonesia masih terbatas dan mengakibatkan ketakutan bagi Kolonial Belanda.
Kolononial Belanda akhir membentuk Balai Pustaka sebagai badan sensorkarya-karya sastrawan Indonesia. Hal tersebut terjadi pada salah satu novel berjudul Salah Asuh karya Abdul Muis yang mengalami sensor sebelum diterbitkan sehingga mengalami perubahan pada makna dan pesan yang terkandung dalam novel. Pemaparan tersebut menunjukan bahwa betapa sastra dan politik memiliki kaitan seperti dua sisi koin. Sastra juga berperan sebagai bentuk ungkapan kritik dari masyarakat mengenai politik.
Pada tahun 17 Agustus 1950 berdirilah sebuah organisasi kebudayaan yang dicurigai sebagai bagian dari PKI dengan nama Lekra. Terbentuknya Lekra adalah mengembalikan karakter bangsa nasional dengan anti terhadap penjajahan dan neoklonialisme . Para anggota Lekra berpendapat bahwa budaya dapat dibangun dengan baik maka mereka berjuang anti penjajahan dan anti kekuasaan kaum bangsawan. Dengan lansan yang seperti itu memicu kecurigaan terhadap Lekra sebagai bagian dari PKI (Ismail, 1972dalam Supartono, 2000).
Yahaya Ismail (dalam Supartono, 2000) mengatakan bahwa hubungan Lekra adalah politik dan seni dengan sebutan ‘organisasi politik kulturil”. Berawal dengan penandatanganan Surat Kepercayaan Gelanggang pada 18 Agustus 1950 yang menyatakan revolusi belum selesai, Lekra bergerak pada bidang seni. Lekra menolak pemisahan seni dan masyarakat, bagi Lekra seni harus berpihak dan menerapkan metode realisme sosialisdengan politik sebagai panglima. Lekra sangat menolak pengaruh budaya barat.
Muncul pula Manifes Kebudayaan ataubiasa disebut sebagai Manikebu oleh pihak Lekra. Manifes Kebudayaan ini muncul dengan humanisme universal. Landasan teori Manifes Kebudayaan dikerjakan oleh Wiratmo Soekito pada tanggal 17 Agustus 1963. Mereka menggunakan pancasila sebagai filsafat kebudayaan.

2. Cara Kerja Sastra dalam Politik
Pada zaman kolonial sastra digunakan oleh sastrawan untuk mengungkapkan harapan mengenai negara yang merdeka. Sastra pada masa itu berperan dalam membangkitkan semangat untuk merdeka pada para rakyat Indonesia yang terjajah. Namun belanda tidak membiarkan sastrawan pada masa itu berekspresi secara bebas. Belanda mengawasi pergerakan para sastrawan dalam menciptakan karya satra dengan mendirikan badan sensor yang memfilter karya satra para sastrawan pada masa itu.
Pada saat ini pergerakan sastra cenderung bebas dan tidak dibatasi oleh pemerintah. Bahkan banyak karya sastra yang terus mengalami perubahan sehingga ada karya sastra yang menuai kontroversi. Apalagi sastra yang bersakutan dengan politik dan agama. Sekarang untuk mengekspresikan segala sesuatu melalui karya satra tidak perlu menjadi satrawan terlebih dahulu, masyarakat biasa pun bisa lewat media sosial, media online, media cetak dan masih banyak lagi cara masyarakat untuk menuakan apapun lewat sastra.

3. Contoh Karya Sastra
Karya sastra lama yang ditulis dengan sangkut pautnya dengan politik adalah karya sastra berjudul Serat Kalathida oleh pujangga Kraton Surakarta R.Ng. Ranggawarsita (Budi Wurianto, 1997). Karya sastra tersebut muncul atas keberanian R.Ng. Ranggawarsita keadaan negara pada masa kolonial Belanda. Pada mas aitu tanah-tanah milik Kraton Surakarta megalami pengolahan lahan secara berlebih oleh kolonial Belanda, sehingga kraton tidak mendapat pemasukan.
Muncul karya sastra sebagai cerita bersambung dengan judul Nyai Dasima pada tahun 1896yang ditulis oleh G. Francis. Karya sastra tersebut berisi kisah mengenai Dasima seorang perempuan pribumi yang dipelihara oleh majikannya bernama Edward W., seorang warga Inggris. Dia dipelihara hingga memiliki saru anak bernama Nancy. Hingga akhirnya Dasima menikah dengan Samioen warga pribumi, namun mengalami kesialan dengan menjadi budak istri pertama dan ibu istri pertama.
Rasa tidak terima muncul dalam benak Dasima, hingga dia berniat melaporkan kejahatan yang dia alami pada polisi. Mengetahui niatan tersebut, Samioen berencana membunuh Dasima. Dasima pun terbunuh oleh orang suruhan Samioen dan mayatnya dibuang ke kali hingga hanyut di belakang rumah Edward W. Edward W sedih dan melaporkan kejadian itu pada polisi. Karya Nyai Dasima ini terbit sebelum Balai Pustaka terbentuk (ensiklopedi.kemendikbud.go.id, diakses tanggal 1 April 2019 pukul 16:36). Dengan begitu dapat dilihat bahwa karya satra ini memiliki tendensi atau kecenderungan terhadap masyarakat Eropa dan mengesampingkan masyarakat pribumi.
Selain itu, penulis kebangsaan Belanda, Douwes Dekker atau Multatulis sebagai nama penanya menuliskan buku-buku dengan cerita mengenai ketidakadilan Kolonial Belanda pada Bangsa Indonesia. Prosa tersebut terkumpul dalam satu buku berjudul Max Havelaar terbit pada tahun 1860.
Pada makalah ini penulis menggunakan puisi ciptaan Neno Warisman. Penulis memilih puisi Munajat 212 dikarenakan unsur politik di dalamnya begitu kentara. Hal tersebut juga didukung dengan pembacaan oleh Neno Warisman pada kampanye capres dan cawapres.Berikut penjelasan dari puisi Munajat 212.
Puisi Munajat 212

Namun kami mohon jangan serahkan kami pada mereka
Yang tak memiliki kasih sayang pada kami dan anak cucu kami
Dan jangan, jangan Engkau tinggalkan kami dan menangkan kami
Karena jika Engkau tidak menangkan
Kami khawatir ya Allah
Kami khawatir ya Allah
Tak ada lagi yang menyembah-Mu

Penjelasan:
Puisi di atas dibacakan oleh penulis puisi sendiri, Neno Warisman yang menduduki posisi sebagai Wakil Ketua Badan Pemenang Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Acara tersebut digelar di Monas pada tanggal 21 Februari 2019.
Kandungan puisi tersebut menjelaskan mengenai kepemimpinan presiden dan wakil presiden sebelumnya cenderung buruk. Karena puisi dibacakan oleh kubu salah satu paslon capres cawapres, sehingga menimbulkan prespektif kampanye dan mendoktrin rakyat untuk memilih paslon tersebut.
Salah satu baris puisi menimbulkan kontroversi dikarenakan menyangkut pautkan dengan Tuhan. Baris tersebut mengandung kerasisan, sehingga menimbulkan makna bahwa larik tersebut mengandung ancaman untuk Tuhan jika tidak menghendaki paslon menang.



BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
Sastra memiliki banyak sekali cabang atau hubungan termasuk juga memiliki hubungan dengan Politik. Sebab, sastra itu fleksibel dan juga refleksi dari masyarakat. Biasanya sastra dikaitkan dengan politik bertujuan untuk mengkritik pemerintah dan juga untuk pemberontakan terhadap pemerintahan yang dinilai otoriter atau pemerintah dianggap gagal oleh masyarakatnya.




DAFTAR PUSTAKA
Adam, A. (2016). Analisis Nilai Karakteristik Tokoh Utama pada Novel Haid Pertama Karya Enny M. Konfiks, Vol 3, 39-51.
Budi Wurianto, A. (1997). Sastra dan Politik. Malang: Bestari.
Faruk. (1995). Perlawanan Tak Kunjung Usai: Sastra. Politik, Dekon[s]truksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kemendikbud. (n.d.). Nyai Dasima (1896). DIakses1 April 2019,pukul 16:36dari Ensiklopedia Sastra Indonesia: ensiklopedi.kemendikbu.go.id.
Nambo, Abdulkadir, & Rusdiyanto Puluhula, M. (2005). Memahami tentang Beberapa Konsep Politik (Ustau Telaah dari Sistem Politik). Media Neliti. Vol 21, No. 2

Sabtu, 07 Maret 2020

ISU - ISU SASTRA MUTAKHI



ISU - ISU SASTRA MUTAKHIR


 Oleh:

Kelompok 6

1.   Octavia Dwi Anggraini                  (201810080311102)
2.   Ahmad Fadil                                           (201810080311059)




Dosen Pembimbing : Joko Widodo

Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang
Tahun Ajaran
2020-2021


Kata Pengantar
      Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Tugas Keterampilan Sastra Reseptif”.

     Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
   
     Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan beberapa tugas mata kuliah Keterampilan Sastra Reseptif. Pada makalah ini akan dibahas tentang makalah “Isu - Isu Sastra Mutakhir”

     Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca..
  
     Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, kami meminta kesediaan pembaca untuk memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan makalah kami ini, untuk kemudian kami akan merevisi kembali pembuatan makalah ini di waktu berikutnya.

Penulis




Kelompok 6




Daftar Isi

Halaman Utama…………………………………………….   i
Kata Pengantar……………………………………………..   ii
Daftar Isi……………………………………………………   iii
BAB I Pendahuluan……………………………………….    I
a. Latar Belakang……………………………………….   1
b. Rumusan Masalah……………………………………   1
c. Tujuan Penulisan……………………………………..   1
BAB II Pembahasan…………………………………………  II
a)  sastra mutakhir……………………………………………………….  2
b) Ciri- ciri cerpen mutakhir...…………………………………………..  2
c)  Fiksi mutakhir dan leterer…………………………………………….  3
d)  novel Indonesia Mutakhir………………………………………….   3
e)   Ciri- ciri Puisi 70-an……………………………………………….   3-4
f)   Karya Sastra dari Pengarang wanita………………………………..  5-6
- Pengertian dan permasalahan tentang Karya sastra dari Pengarang
Wanita ……………………………………………………………….. 6-7
BAB III Penutup…………………………………………………………  III
  Kesimpulan……………………………………………………………   7
 



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
   Dalam perjalanan sejarah kesusastraan di Indonesia saat ini, kita mengenal adanya sejumlah penyebutan tentang pergolongan, periodesasi atau disebut juga angkatan. Penyebutan itu tentu saja tidak serta - merta muncul begitu saja. Akan selalu ada usaha untuk merumuskan semangat yang dimana mendasari karya - karya yang sudah muncul dan sejalan dengan semangat pada zamannya. Sejak tahun 1968, terutama paroh berada pertama tahun 1970-an, dan bermunculan karya sastra yang dimana memperlihatkan semangat kebebasan berkreasi. Pada masa itu dimana berbagai karya eksperimental seperti memperoleh lahan yang subur dan momentum yang baik saat ini. Karya - karya eksperimental itu sudah mencakupi semua ragam sastra yaitu ( puisi, novel, cerpen dan drama). Maka dari itu, diantara karya - karyanya yang konvensial yang terbit pada tahun 1970- anm tidak sedikit pula yang dimana memperlihatkan semangat kebebasan itu yang diejawatahkan dalam bentuk karya - karya eksperimental. Pada tahun 1970-an yang dimana pada tahun itu justru makin memperlihatkan kematangannya. Jika disederhanakan lagi sastrawan tahun 1970-an, berdasarkan karya- karyanya yang daoat dihasilkan dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam tahun karyanya. Pertama, mereka termasuk angkatan 66 yang telah berkarya pada dasawarsa tahun 1960-an, bahkan sudah sejak dasawarsa tahun 1950-an sudah mulai matang pada tahun 1970-an.
B. Rumusan Masalah
g)  Apa saja yang termasuk pada sastra mutakhir ?
h)  Apa saja yang termasuk Ciri- ciri cerpen mutakhir?
i)    Apa yang dimaksud Fiksi mutakhir dan leterer?
j)    Apa saja yang termasuk novel Indonesia Mutakhir ?
k)  Apa saja yang termasuk Ciri- ciri Puisi 70-an ?
C. Tujuan Penulisan
a)  . Agar pembaca bisa mengetahui tentang jenis- jenis sastra Mutakhir dan Ciri ciri dari sastra mutakhir tersebut.
b) . Agar pembaca dapat mengetahui tentang pengarang wanita angkatan 70-an


BAB II
PEMBAHASAN

A. Karya Sastra Mutakhir
Pada angkatan 70-an tumbuh dengan subur penulis dan buah penanya dibidang puisi dan drama. Motif dasar pergeseran dari moderen ke mutakhir adalah perubahan dibidang wawasan, alur, gaya bahasa, penafsiran, tentang latar, serta bidang material dan sosial. Sebelum massa mutakhir selalu didukung oleh paham realitas formal yang tampang biologis, realitas sosial dan psikologis. Tidak merasa bahwa tokoh-tokoh Mahabrata, Ramayana, Arjuna Wiwaha, Dewa Ruci ataupun dogeng-dogeng yang hidup di desa-desa bukalah tokoh realisme formal ataupun ada dalam bayangan imajinasi sastra/manusia. Kalau formal saja tidak  jelas bentuk realitanya. Dunia mengikuti daya khayal manusia untuk membayangkan dan menelusuri tentang keadaan diri, oranglain, dunia dan alam semesta sekitarnya. Misalnya: Dogeng setan bermata satu atau bermata empat, ular jadi manusia atau ular jadi setan dan sebaliknya. Dalam massa mutakhir ini tokoh-tokoh novel jelas dalam anonimitas seperti novel Iwan Simatupang bukan fisik yang di jamah tetapi dalam imajinasi tidak terkukung batas daging dan darah.
B. Cerpen Mutakhir Indonesia
Cerpen mutakhir Indonesia berwarna literer bukan sekedar berbobot karena sulit dimengerti isinya dan sukar ditangkap maknanya sebab dengan filsafat tinggi dan melawan logika.
C. Pengertian Fiksi mutakhir dan leterer
Pada tahun 70-an : materinya kehidupan remaja, mahasiswa, pelajar, dan lingkungan orang berada. Masalahnya cinta dan segala liku-likunya dan bahasanya adalah bahasa sehari-hari dan bahasa prokem sedangkan gaya ceritanya tidak berbelit-belit, menggunakan plot, dan disusun secara kronologis. Latar yang digunakan sering dikampus, di sekolah, kota besar, pantai, di gunung ataupun di lembah.
Dengan menggunakan ciri-ciri diatas maka cerpen tersebut dinamakan cerita fiksi populer. Dalam cerpen tema tidak terlalu dipentingkan, yang dipentingkan adalah jalan cerita yang penuh ketegaan cerita fiksi populer menyajikan suasana kemudahan, kejelekan dan kenyamanan hidup, mudah dimengerti sederhana dan dapat dimengerti banyak orang.

Ø  Fiksi Leterer
1. Materi yang diangkat adalah masalah hidup yang kompleks seperti politik dan keyakinan filsafat.
2. Tatanan kata yang primatis ,menyebar makna ,gaya bahaya lebih memberikan itensitas makna.
3. Gaya pemaparannya cenderung unik dan berbelit-belit
4. Pemakaian setting atau latar kurang jelas dimana dan kapan persitiwa terjadi.
5. Karakter tokoh dalam cerita fiksi leterer perwatakannya kurang jelas.
D. Novel Indonesia Mutakhir
   Pengertian novel mutakhir secara sederhana adalah novel yang hidup pada masa sekarang. Novel mutakhir sudah dianggap sebagai novel inkonvensional karena dianggap menyimpang dari semua sistem penulisan fiksi yang ada selama ini. Novel mutakhir muncul dilatarbelakangi adanya pergeseran nilai secara menyeluruh dan persoalan kehidupan.
Novel Indonesia mutakhir memiliki ciri-ciri yaitu:
Ø  Anti tokoh.
Ø  Anti alur.
Bersuasana misteri atau gaib.
Ø  Cenderung mengungkapan transendental, sufistik.
Ø  Cenderung kembali ke tradisi lama atau warna lokal
Contoh novel : Pada Sebuah Kapal, Nh. Dini
Ciri-ciri :
1. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang kadang dipengaruhi oleh bahasa Inggris.
2. Cara bercerita dalam karya sastra modern singkat, padat, dan  tegas.
3. Tema yang diangkat telah mendapat pengaruh politik,  kebudayaan akar tradisi, dan psikologi.
4. Bahasa yang digunakan santai dan dinamis.

E. Ciri - ciri Puisi 70-an
  .      Struktur Fisik
Puisi bergaya mantera menggunakan sarana kepuitisan berupa : ulangan, kata, frase, atau kalimat.
a.  Gaya bahasa paraleisme dikombinasikan dengan gaya hiperbola untuk memperoleh efek yang sebesar-besarnya serta menonjolkan tipografi.
b.  Puisi kongret sebagai eksperimen.
c.  Banyak menggunakan kata-kata daerah untuk memberi kesan ekspresif.
d.  Banyak menggunakan permainan bunyi.
e.  Gaya penulisan yang prosais.
f.  Menggunakan kata yang sebelumnya tabu.
2. Struktur Tematik
a.  Protes terhadap kepincangan masyarakat pada awal industrialisasi.
b. Kesadaran bahwa aspek manusia merupakan subyek dan bukan obyek pembangunan.
c.  Banyak mengungkapkan kehidupan batin religius dan cenderung mistik.
d.  Cerita dan pelukisan bersifat alegoris dan parabel.
e.  Perjuangan hak-hak asasi manusia, kebebasan, persamaan, pemeratan dan terhindar dari pencemaran teknologi modern.
f.  Kritik sosial terhadap si kuat yang bertindak sewenang – wenang terhadap mereka yang lemah dan kritik terhadap penyeleweng.
3. Tema-tema puisi angkatan 70-an
1.  Protes kepincangan sosial dan dampak negatif dan idustrialisasi .
2.  Tema humanisme artinya manusia adalah subjek pembangunan.
3.  Tema yang melukiskan kehidupan batin para religius.
4.  Tema alegori dan parabel.
5. Tema perjuangan hak asasi manusia seperti kebebasan, persamaan hak, pemerataan bebas dan pencemaran hidup.
6. Tema kritis sosial terhadap tindakan sewenang-wenang dari mereka yang menyelewengkan kekuasaan jabatan nasib masyarakat dan lain-lain.

Contoh puisi

 “ Puisi Perjalanan”
Karya Emha Ainun Najib

Hendaklah puisiku lahir dari jalanan
Dari desah nafas para pengemis gelandangan
Jangan dari gedung-gedung besar
Dan lampu gemerlapan
Para pengemis yang lapar
Langsung menjadi milik Tuhan
sebab rintihan mereka
tak lagi bisa mengharukan


                                               “Puisi Biarin”
 Karya Yusdistira Ardinugraha

Kamu bilang hidup ini brengsek, aku bilang biarin
Kamu bilang hidup ini tak punya arti, aku bilang biarin
Kamu bilang aku tak punya kepedulia, aku bilang biarin
Kamu bilang aku tak punya pengertian, aku bilang biarin
Habisnya terus terang saja, aku ngak percaya sama kau
Cuma karena kamu merasa asing saja, makanya
Kamu selalu bilang seperti itu

F. Karya Sastra Dari Pengarang Wanita
Dalam sejarah sastra Indonesia, tidak banyak pengarang perempuan dan karya-karya yang dihasilkan. Pada periode atau angkatan Balai Pustaka hanya ada Hamidah yang menulis Kehilangan Mustika yang terbit pada 1935. Nama lain dari Fatimah Hasan Delais ini dilahirkan pada 8 Juni 1914 di Bangka (Palembang) dan meninggal pada 8 Mei 1953 (Eneste, 1990:69). Sementara pada periode atau angakatan Pujangga Baru ada pengarang perempuan bernama Selasih, Saleguri atau Sariamin. Perempuan yang lahir di Talu (Sumatera Barat), 31 Juli 1909 ini mengenyam pendidikan guru dan pernah menjadi guru di Bengkulu dan Bukit Tinggi. Pernah juga menjadi ketua Jong Islamieten Bond Dames Afdeling Cabang Bukit tinggi (1928-1930) dan anggota DPRD Riau (1947-1948). Karya-karyanya: Kalau Tak Untung (novel, 1933), Pengaruh Keadaan (novel, 1937), Rangkaian Sastra (1952), sejumlah cerita anak-anak, legenda, dan sejumlah puisi yang tersebar dalam berbagai antologi (Eneste, 1990:164). Timbul massa pembaca wanita terpelajar pada sekitar dekade 1970-an dipengaruhi oleh adanya pengaruh paham feminisme yang mulai memasuki Indonesia sesudah masa revolusi. Paham feminisme sendiri menurut Goefo (Sugihastuti, 2003) merupakan teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan baik di bidang politik, ekonomi, dan sosial, atau kegiatan terorganisasi yang diperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Jika dikaitkan dengan hal ini, berarti bisa dikatakan bahwa kaum wanita benar-benar mendapatkan persamaan hak mereka mulai atau sekitar tahun 1950-an, karena pada waktu itu kaum wanita baru memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sama dan terbuka seperti pria. Sehingga setelah tahun tersebut, banyak terlahir wanita-wanita yang menjadi konsumen “bacaan wanita” atau bisa disebut dengan massa pembaca wanita terpelajar.
Setelah dekade 1970-an, perjalanan pengarang wanita Indonesia dalam sejarah kesusastraan dilanjutkan oleh munculnya pengarang wanita baru seperti Ayu Utami lewat Saman (1998), dan Larung (2001). Diikuti oleh gebrakan Dewi Lestari dengan Supernova (2001), Akar (2002), dan Fira Basuki dengan Jendela-jendela (2001) yang merupakan bagian pertama dari trilogi Pintu (2002) dan Atap (2002). Pengarang-pengarang wanita tersebut mencoba berkarya dengan mengembangkan perspektif feminisme.
Contoh kasus feminisme yang dikaitkan pada karya sastra saya ambil dari karya era 70-an yaitu Raumanen karya Marjanne Katoppo dan cerpen Menyusu Ayah karya Djenar Maesa Ayu. Dalam novel Raumanen dikisahkan romansa Manen dan Monang. Manen yang hamil tidak juga mendapat kepastian dari Monang untuk menikahinya, Monang justru hendak menikah dengan gadis lain pilihan keluarganya. Manen yang tidak sanggup menahan malu dari lingkungannya akhirnya bunuh diri. Sedangkan bila dilihat dari cerpen Menyusu Ayah jelas terlihat bagaimana sang penulis telah menyakiti tokoh secara seksual. Jika dibandingkan antara keduanya, jelas sekali sebuah perbedaan yang mendasar dalam cakupan feminisme antara karya dulu dengan karya sekarang. Dalam Raumanen, Marjanne Katoppo belum seberani Djenar dalam menuliskan jalan ceritanya. Dia lebih memutuskan Manen membunuh diri sendiri daripada membunuh Monang. Sedangkan Djenar lebih berani dalam menyakiti tokoh secara seksual. Inilah suatu gambaran tentang feminisme yang terkandung dalam karya sastra.

SASTRA DENGAN MASYARAKAT

Hubungan Sastra dan Masyarakat MOHAMAD AZRUL NIZAM (038) ARYANDY BIMBY ARIFATUR(067) LATAR BELAKANG Sastra ialah penggambaran d...