Hubungan Sastra dan Masyarakat
MOHAMAD AZRUL NIZAM (038)ARYANDY BIMBY ARIFATUR(067)
LATAR BELAKANG
Sastra ialah penggambaran dari kehidupan dan salurkan melalui media tulis. Hubungan antara sastra dengan kehidupan sangat dekat, karena fungsi sastra dalam lingkup sosial yaitu bagaimana sastra melibatkan dirinya dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Dengan melalui sastra, sudut pandang seseorang maupun kelompok dalam masyarakat dapat dipengaruhi. Hal itu terjadi karena sastra ialah sebuah kebudayaan, sedangkan unsur dari kebudayaan itu ialah sebagai sebuah sistem nilai. Oleh sebab itu, dalam karya sastra tentunya akan terdapat bentuk gambaran yang merupakan kaidah nilai, kemudian dianggap sebagai kaidah yang dapat dipercaya kebenarannya.
PEMBAHASAN
Ketika ingin mengaitkan sosiologi sastra dengan perubahan sosial, sosiologi sastra sangat memiliki peran serius. Hal ini di karenakan sosiologi sastra lebih mengkerucutkan diri dalam hal sosial masyarakat. Seperti yang kita ketahui bersama, dari pengertian sosiologi itu yaitu suatu kajian yang ilmiah dan objektif tentang kehidupan manusia dalam masyarakat tentang sosial dan proses sosial. Sedangkan Sastra merupakan penggambaran kehidupan manusia dan masyarakat yang dituangkan melalui media tulisan (Semi, 1989:52). Jadi, dalam hal tersebut saling berkaitan dengan manusia ataupun masyarakat.
Dalam perkembangannya karya sastra secara serius, perlunya pendekatan yang dimana karya sastra tidak lagi di beri lebel sebagai karya tulis yang berupa penemuan imajinatif saja, tetapi lebih memandang sastra dari perspektif “maknanya”. Ada beberapa macam pendekatan yang di buat tentang karya sastra yang ada pada sosiologi sastra, contohnya seperti, sosiologi pengarang yang yang dimana membuat masalah ideologi social, status sosial, dan lain-lain sebagainya yang berkaitan dengan penciptaan dari karya sastra, dan membuat permasalahan karya sastra serta pengaruhnya terhadapa para pembaca.
Berdasarkan pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dapat di lihat hubungannya dengan suatu kenyataan, dan sejauh mana karya sastra itu merefleksikan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra (Wiyatmi, 2006). Oleh sebab itu, secara global pendekatan ini merupakan sebuah pendekatan yang dimana menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia terkhususnya yang menyangkut kehidupan masyarakat.
Cakupan wilayah dari sosiologi sastra cukup luas. Wellek dan Warren (dalam Sayuti, 2007) membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, yakni yang mempermasalahkan tentang ideologi politik, status sosial, dan lain-lain yang berkaitan dengan diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra, yakni permasalahan yang berkaitan tentang suatu karya sastra. Yang menjadi pokok telaahnya adalah tentang perihal yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat atau pesan yang hendak disampaikannya. Ketiga, sosiologi sastra yang membahas permasalahan tentang pembaca serta pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
Hubungan antara Sastra, Masyarakat, dengan Kebudayaan
Sastra ialah bagian yang ada dari kebudayaan itu sendiri. ketika kita ingin menelaah kebudayaan kita tidak akan bisa melihatnya sebagai sesuatu yang tidak berubah, yang statis, melainkan merupakan sesuatu hal yang dinamis, yang terus-menerus berubah. Kebudayaan dengan masyarakat itu hubungan tak bisa dipisahkan, karena menurut pandangan antropolog, kebudayaan itu merupakan cara suatu kumpulan manusia atau masyarakat mengadakan sistem nilai, yaitu berupa aturan yang menentukan suatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki, dari yang lain. Banyak ahli antropologi meninjau kebudayaan sebagai sebuah keutuhan, dimana sistem sosial itu ialah bagian dari kebudayaan. Kebudayaan menmpunyai tiga unsur antara lain:
1. Unsur sistem social
2. Sistem nilai dan ide
3. Peralatan budaya
Jika identitas kebudayaan kita tempatkan dengan sastra lalu kita kaitkan juga dengan masyarakat yang menggunakan sastra tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa nilai yang dimiliki sebuah sastra itu umumnya terletak pada masyarakatnya. Kesustraan itu pada mulanya bukan saja mempunyai fungsi dalam masyarakat, tetapi hal tersebut juga mencerminkan serta menyatakan perspektif yang sering kurang jelas terlihat dalam masyarakat. Begitu juga dengan karya seni yang lain, sastra memiliki fungsi estetika dan fungsi sosial.
Peran Sastra Sebagai Sumber Nilai dalam Masyarakat
Dalam karya sastra ada berbagai macam aliran, salah satunya yaitu aliran realisme. Dimana aliran tersebut menitik beratkan karya sastra dengan apa yang ada di dalam kehidupan nyata. Oleh sebab itu, aliran ini sangat dekat hubungannya dengan perubahan sosial yang ada pada masyarakat kita. Karya sastra yang menggunakan aliran ini pengaruh yang di milikinya sangat besar terhadap perubahan sosial dari bangsa Indonesia, terutama terletak dalam hal pola pikir. Contohnya saja Novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli yang mampu membuka cakrawala berpikir masyarakat kita yang sejak dulu mengenal tentang budaya kawin paksa. Novel itu memberikan kesan kepada pembaca bahwa kawin paksa merupakan suatu hal yang negatif. Tidak sedikit hal negatif yang muncul karena akibat dari proses kawin paksa. Dengan adanya novel tersebut cakrawala berpikir masyarakat cenderung akan berubah. Terutama dalam ranah kehidupan berkeluarga. Hal tersebut bisa terjadi oleh kekuatan mempengaruhi yang terdapat dalam karya sastra.
Boulton (lewat Aminuddin, 2000:37) mengungkapkan bahwa karya sastra menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya. Di samping itu, sastra juga memiliki pandangan yang berkaitan dengan renungan dan meditasi batin, dari masalah filsafat, keagamaan, politik ataupun macam-macam masalah dalam kehidupan lainnya. Makna yang terkandung sangat kompleks serta keindahan dalam karya sastra tergambar melalui aspek verbal atau media kebahasan. Berdasarkan penyataan tersebut, dapat disampaikan bahwa karya sastra mengandung berbagai unsur yang kompleks, yaitu:
1. Unsur keindahan.
2. Unsur kontemplatif.
3. Media pemaparan.
4. Unsur-unsur intrinsik yang menandai eksistensi karya sastra.
Karya Sastra Yang Muncul Karena Perubahan Sosial Pada Masyarakat
Banyak karya sastra yang dimiliki bangsa kita yang muncul setelah melihat keadaan yang ada pada saat itu. Karya-karya tersebut pastinya bersifat realisme. Pengarang menceritakan tentang kondisi yang ada melalui bahasa yang ringan agar lebih mudah dipahami. Karena jika tidak dilakukuan denagn demikian, maka akan terjadi kesalahpahaman maksud dari pengarang dengan pembaca. Selain itu, agar menjadikan karya sastra tersebut menarik, tentunya pengarang harus pandai dalam memilih kata per katanya serta mempermainkan unsur instrinsik yang terdapat di dalamnya.
“Tetralogi Buru” (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Rumah Kaca, Jejak Langkah) adalah karya yang di buatnya selama masa pembuangan di Pulau Buru. Seri novel yang mengisahkan tentang Minke itu ialah karya yang dibuat atas dasar buah pikiran pengarang pada saat melihat kondisi bangsa Indonesia yang terpuruk kala itu. Kisah tersebut pada mulanya adalah kisah hidup seorang jurnalis pribumi Indonesia pertama R.M. Tirto Adi Soerjo, itu pada awalnya dikisahkan secara lisan kepada sesama tahanan di Buru karena tidak ada fasilitas berupa alat tulis. Titik terang mulai muncul 10 tahun kemudian saat dimana Pram yang selalu berada di bawah sorotan dunia internasional (dan membuat ia tidak mengalami siksaan seberat tahanan lain, meski gendang telinganya tetap rusak akibat disiksa aparat) serta mendapat sebuah mesin untuk mengetik yang kirimi oleh penulis Prancis Jean Paul Sartre. Akan tetapi, mesin ketik yang masih baru itu tak pernah sampai kepadanya, Angkatan Darat malah menggantinya dengan mesin ketik tua dan rusak, yang pitanya harus dibuat sendiri oleh para tahanan dengan bahan seadanya. Karya Tetralogi Buru juga hampir tidak dapat diselamatkan seperti karya-karya yang dimiliki Pram lainnya yang dibakar oleh para tentara. Akan tetapi bantuan orang asing seperti seorang pastor Jerman dan seorang warga negara Australia yang bernama Max Lane yang berhasil membawa keluar dan akhirnya menerbitkan Tetralogi Buru itu di negaranya. Kita tidak usah bingung jika Pram pernah berkata, “Karya saya sudah diterjemahkan ke dalam 36 bahasa, tapi saya tidak pernah dihargai di dalam negeri Indonesia.”
Kesimpulan
Keterkaitan antara sastra, manusia, dan masyarakat sangat spesifik, dalam segala aspek semuanya berkaitan. Karena bagaimanapun juga manusia dan masyarakat tidak akan terlepas dari sastra maupun kehidupan yang dimana sama-sama membicarakan serta membahasnya. Menurut sastra, masyarakat merupakan faktor yang sanagt penting. Sedangkan Masyarakat ialah objek kritik bagi ilmu sosial. Semua hal tersebut saling berpengaruh terhadap prilaku masing-masing. Ketika sastra telah menyampaikan sesuatu yang benar dalam rekaannya, tidak sedikit akan mempengaruhi sikap sosial dan ketika saat sosialitas terus berkembang. Antara sastra dengan perubahan sosial masyarakatnya tidak ada yang paling mencolok. Dengan adanya dua hal tersebut yang saling mendukung, maka sastra bisa muncul karena adanya perubahan sosial masyarakat, serta bisa juga perubahan sosial yang ada terjadi akibat dari penciptaan sebuah karya sastra.